Sebagaimana judul dari postingan ini, kali ini saya akan membahas sikap pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh kementrian Pemuda dan Olahraga beserta Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI)/ Komite Olimpiade
Indonesia (KOI) terhadap persoalan yang sedang hangat dimasyarakat sepakbola terkait dengan hasil verifikasi balon ketua PSSI. Sikap resmi ini dapat dilihat di situs kementrian Pemuda dan Olahraga.
Wewenang serta Tugas Pemerintah dan KONI/KOI
Dalam pernyataan pada situs tersebut, pertama-tama pihak kemenpora dan koni/koi menjelaskan wewenang mereka yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU-SKN), Pasal 13, yang berbunyi sebagai berikut:
“Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan secara nasional”.
dan dalam UU-SKN Pasal 16, yang berbunyi:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 15 diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
serta dalam UU-SKN Pasal 87, yang berbunyi:
“Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan pengawasan atas penyelenggaraan keolahragaan. Pengawasan dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan, Pasal 118, yang berbunyi:
“Pengawasan dimaksud meliputi pengendalian internal dilakukan dengan cara memantau, mengevaluasi, dan menilai unsur kebijakan, prosedur, pengorganisasian, personil, perencanaan, penganggaran, pelaporan, dan supervisi dari penyelenggara kegiatan keolahragaan.”
dan dalam Pasal 121, yang berbunyi:
“Dalam rangka efektivitas pengawasan, Menteri, gubernur, dan bupati/walikota dapat mengenakan sanksi administratif kepada setiap orang atau organisasi olahraga yang melakukan pelanggaran administratif dalam pelaksanaan penyelenggaraan keolahragaan, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.” Serta “Pengenaan sanksi administratif pada tiap pelanggaran administratif dalam pelaksanaan penyelenggaraan keolahragaan tingkat nasional dilaksanakan oleh Menteri.”
serta dalam Pasal 122, yang berbunyi:
“Bentuk sanksi administratif dimaksud meliputi peringatan; teguran tertulis; pembekuan izin sementara; pencabutan izin; pencabutan keputusan atas pengangkatan atau penunjukkan, atau pemberhentian; pengurangan, penundaan, atau penghentian penyaluran dana bantuan; dan/atau kegiatan keolahragaan yang bersangkutan tidak diakui.”
Sedangkan dalam hal Ketua Umum KONI, KONI mempunyai tugas, antara lain:
a. membantu Pemerintah dalam membuat kebijakan nasional dalam bidang pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi pada tingkat nasional;
b. mengoordinasikan induk organisasi cabang olahraga, organisasi olahraga fungsional, serta komite olahraga provinsi dan komite olahraga kabupaten/kota;
c. melaksanakan pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi berdasarkan kewenangannya;
Dalam hal KOI, KOI mempunyai tugas, antara lain:
a. Keikutsertaan Indonesia dalam pekan olahraga internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 butir (d) bertujuan untuk mewujudkan persahabatan dan perdamaian dunia serta untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui pencapaian prestasi.
b. Keikutsertaan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Komite Olimpiade Indonesia atau National Olympic Committee sebagaimana telah diakui oleh International Olympic Committee.
c. Komite Olimpiade Indonesia meningkatkan dan memelihara kepentingan Indonesia, serta memperoleh dukungan masyarakat untuk mengikuti Olympic Games, Asian Games, South East Asia Games, dan pekan olahraga internasional lain.
d. Komite Olimpiade Indonesia bekerja sesuai dengan peraturan International Olympic Committee, Olympic Council of Asia, South East Asia Games Federation, dan organisasi olahraga internasional lain yang menjadi afiliasi Komite Olimpiade Indonesia dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Catatan Pemerintah Mengenai Hal yang Tidak Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan dan Ketentuan yang Berlaku dalam Organisasi Olahraga
Setelah menjelaskan wewenang serta tugas pemerintah dan KONI/KOI tersebut, kemenpora dan koni/koi menjelaskan hasil Kongres Sepakbola Nasional (KSN) di Malang pada Bulan Maret 2010 yang diikuti oleh seluruh stakeholder sepakbola Indonesiayang berupa 7 butir rekomendasi yang salah satunya adalah: “PSSI perlu segera melakukan reformasi dan restrukturisasi atas dasar usul, saran, dan kritik, serta harapan masyarakat dan mengambil langkah-langkah konkrit sesuai aturan yang berlaku untuk mencapai prestasi yang diharapkan masyarakat”. Menurut pemerintah, Kongres 4 tahunan PSSI ini haruslah menjadi momentum untuk menjalankan reformasi dan restrukturisasi sesuai dengan rekomendasi KSN. Harapan PemerintahKongres PSSI bisa berjalan sesuai dengan semangat KSN tersebut dan aturan-aturan keolahragaan yang berlaku.
Namun, masih menurut pemerintah, dalam perkembangan terakhir menuju Kongres 4 tahunan PSSI ini ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan ketentuan yang berlaku dalam organisasi olahraga, termasuk PSSI. Berikut hal-hal tersebut:
1. Syarat calon Ketua Umum berdasarkan ketentuan Standar Statuta FIFA (they shall have already been active in football) dan Statuta PSSI (Pasal 35 Ayat 4) sendiri adalah “telah aktif sekurang-kurangnya 5 tahun dalam kegiatan sepakbola”, haruslah diartikan sebagaimana adanya dan tidak ditafsirkan dalam arti sempit yaitu menjadi bagian dari kepengurusan PSSI selama 5 tahun.
2. Pasal 62 ART KOI, yang menyatakan AD/ART setiap anggota KOI harus memuat ketentuan yang menyatakan bahwa setiap anggota pengurus induk organisasi harus memenuhi persyaratan: “… (2) tidak pernah tersangkut perkara pidana dan/atau dijatuhi hukuman penjara”. Namun pada kenyataannya dalam statuta yang dimiliki PSSI tidak seperti itu.
3. Standar Statuta FIFA Pasal 32 Ayat (4) yang menyatakan “… they shall have already been active in football, must not have been previously found guilty of a criminal offense …” yang dalam terjemahan Bahasa Indonesia-nya adalah “… mereka telah aktif dalam kegiatan sepakbola dan tidak pernah dinyatakan bersalah dalam tindak pidana …”. Namun pada kenyataannya dalam statuta yang dimiliki PSSI tidak seperti itu.
4. Pasal 68 (b) AFC Diciplinary Code “… ensure that no-one is involved in the management of clubs or the Member Association itself who is under prosecution for action unworthy of such a position (especially doping, corruption, forgery, etc.) or who has been convicted of a criminal offence in the past five years”, yang dalam terjemahan Bahasa Indonesia-nya adalah “… memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang terkait dengan manajemen dari klub atau Anggota Asosiasi tersebut yang berada dalam penuntutan terkait kasus (doping, korupsi, dan penipuan, dll.) atau pernah dinyatakan bersalah di dalam tindak pidana dalam lima tahun terakhir.” Namun pada kenyataannya, hal ini tidak berlaku di PSSI.
5. UU-SKN Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan Pasal 123 Ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Dalam hal ketua umum induk organisasi cabang olahraga atau induk organisasi olahraga fungsional berhalangan tetap dan/atau menjalani pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, ketua umum induk organisasi wajib diganti melalui forum tertinggi organisasi sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.” Kenyataannya? Anda tahu sendiri.
Sikap Terhadap PSSI
Dalam kesempatan tersebut pun pemerintah mengutarakan sikap mereka terhadap PSSI. Sikap tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Mendesak Komite Banding Pemilihan PSSI segera melakukan koreksi terhadap keputusan Komite Pemilihan Komite Eksekutif PSSI.
2. Dalam hal ketentuan PP No 16/2007 ini, pemerintah menyatakan PSSI telah nyata-nyata tidak menjalankan ketentuan tersebut. Karena itu, Pemerintah mengingatkan agar dalam Kongres 4 tahunan PSSI ini, ketentuan ini dilaksanakan dengan meninjau ulang ketentuan tentang persyaratan dan penetapan Calon Ketua Umum PSSI.
3. Mendesak PSSI segera melakukan koreksi-koreksi dalam penyelenggaraan Kongres 4 tahunan ini sesuai dengan catatan-catatan yang telah disampaikan, sehingga Kongres 4 tahunan PSSI yang akan datang benar-benar dilaksanakan sesuai dengan semangat dan rekomendasi KSN, peraturan perundang-undangan, serta ketentuan organisasi olahraga yang berlaku.
4. Catatan-catatan ini merupakan peringatan kepada PSSI untuk ditindaklanjuti. Bagaimanapun PSSI tetaplah entitas olahraga Indonesia. Selama masih ada huruf i pada PSSI (Indonesia), maka PSSI juga tunduk pada peraturan perundang-undangan serta ketentuan organisasi olahraga yang berlaku di negeri ini.
5. Jika peringatan ini tidak dilaksanakan, maka Pemerintah bersama KONI/KOI akan menjalankan kewenangannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
6. Dalam melaksanakan koreksi-koreksi tersebut, Pemerintah bersama KONI/KOI membuka kesempatan kepada PSSI untuk berkonsultasi.
Catatan Penulis
Sebuah sikap tegas dan menurut penulis dinilai sangat baik telah dilakukan pihak pemerintah dalam hal ini kemenpora dan koni/koi. Semoga saja hal ini bukanlah salah satu dari bentuk politisasi sepakbola karena kita tahu bahwa Nurdin Halid selaku ketua PSSI adalah kader dari partai Golkar dan Menpora Andi Malarangeng adaah kader dari partai Demokrat. Dua partai besar di Indonesia yang selalu adu kekuasaan dan pengaruh apalagi menjelang konsolidasi untuk pemilu berikutnya. Jangan sampai. Jangan nodai sepakbola dengan politik. Jika langkah ini bersih dari niat politik, respek tinggi penulis berikan kepada pemerintah.
Selain itu penulis berharap, sikap ini belum terlambat atau pemerintah dapat mendesak agar PSSI memprosesnya secara cepat sebelum ketua PSSI baru yang tidak kita inginkan terlanjur terpilih.
Sekian tulisan ini saya buat. Mohon maaf jika ada salah.
Terimakasih kepada teman saya Puja yang telah memberikan informasi ini.